11 September 2008

Aku Cinta Kau dan Ramadhan

Sudah hampir tiga bulan aku vakum menulis di blog ini. Aku kembali. Ingin kembali menulis. Tentang bundaku. Tentang aku dan beliau.
Ini bulan Ramadhan. Banyak kenanganku dengan beliau yang berlatar belakang bulan nan suci ini. Ingin aku ceritakan di sini. Ingin aku bagi.
Singkat saja. Aku tak punya waktu untuk menulis panjang-panjang. Yeah, sekadar pemanasan saja. Sekadar pemancing. Agar ke depannya ide-ideku lebih banyak lagi yang mengalir. Menulisi beliau.
Aku ingat sekali. Buka puasa kami tak pernah lepas dari pelecing, masakan khas Sasak. Tiap hari selama bulan Ramadhan, makanan ini menjadi menu buka wajib ada. Meskipun bukan hanya kami saja yang menyantapnya, namun beliau juga mengirimkannya untuk para tetangga. Aku dan adikku yang kebagian tugas untuk berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya. Mengantar menu berbuka.
Pedas memang. Masakan berbahan dasar kangkung ini cukup melecut lidah. Sebenarnya, kurang cocok dijadikan menu. Sebab, perut yang lama kosong melompong harus diisi dengan rasa pedas. Tapi, sejauh ini, perut kami aman-aman saja. Tiada mencret atau apa.
Ketupat adalah teman makan pelecing. Ini satu yang unik lagi. Biasanya orang-orang di Indonesia membuat ketupat hanya untuk dimakan di Hari Raya saja. Namun, tidak dengan kami. Selama Ramadhan, kami membuat ketupat dari janur kelapa. Aku pun bisa loh membuatnya. Belajar dari ibuku. Tiap pulang sekolah, aku meluangkan waktu untuk membentuk janur kuning atau hijau itu menjadi ketupat. Keesokan paginya, ibuku akan mengisinya dengan beras. Lalu, ditanaklah di dalam panci di atas tungku tanah liat. Siangnya, baru masak.
Mengingat itu semua, aku jadi kangen. Kangen dengan masakan ibuku. kangen dengan ketupat yang kami bikin. Kangen dengan pelecing dan urap yang saban sore selama Ramadhan selalu dibikin oleh ibuku.
Ramadhan tanpa beliau.
Ramadhan yang akan selalu coba untuk kujalani dengan sabar.
Ibu... aku cinta Kau dan Ramadhan...



Surabaya, 11 September 2008