25 November 2007

A New Mother for Me??? Really???

Antara badai dan angin sepoi…

Begitulah aku menanggapi episode baru yang akan kujalani sekeluarga. Bapak akan nikah lagi. Aku dan kedelapan saudaraku bakal punya ibu tiri. Akan ada perempuan yang menempati posisi almarhumah ibuku. Tinggal di rumah baru. Tanggapanku???

Setiap kali bapak meneleponku, aku terus dikasih tahu perkembangan rumah kami yang sedang dibangun – calon ibu tiriku juga akan diboyong ke situ. Alhamdulillah! Dalam jangka waktu setahun bisa selesai.

Beliau juga sering melontarkan ‘lobi-lobi’ mengenai rencana second marriage-nya itu. Sebab jarak yang memisahkan, aku pun nggak bisa menunjukkan tampang MANYUN-ku. Sebab komunikasi yang cuman ngandalin suara itu, aku pun nggak bisa menunjukkan ekspresi kejut dan masem-ku. Sebab sebagai anak yang udah dibiayai semua kebutuhannya, aku nggak bisa demo dan protes. Sebab sebagai anak yang berusaha untuk ‘berbakti’, aku nggak bisa mampangin poster AKU NGGAK SETUJU!!!

Jujur…

Aku nggak tahu harus nanggepin gimana! Ketika mendengarkan suara ‘tua’ bapak di telepon, aku dengan serta-mertanya aja bilang:

“Ya, gak apa-apa deh Bapak nikah lagi…

Mmm…gimana ya?

Kalau memang itu yang terbaek dari Allah… ya… silakan!

Kalau kakak-kakak dan adik-adik tiang (saya, red) setuju, ya…mau apalagi!

Pokoknya, kalau semua bisa menerima keputusan Bapak, saya ngikut aja!”

Aku bilang gitu ama bapak. Kata-kata itulah yang keluar dari bibirku! Kata-kata yang tak lebih dari reaksi spontan yang belum sempat kugodok matang di dalam pikiran. Kata-kata ‘mentah’ yang mesti kukeluarkan untuk menjawab pertanyaan bapak. Jawaban yang mau nggak mau harus kulontarkan secepatnya untuk menghemat pemakaian pulsa.

Padahal…di dalam hati??? Padahal…setelah lama berpikir??? Padahal… setelah lama menimbang dan berusaha untuk memahami???

Aku…

BELUM BISA MENERIMA…

Sungguh! Aku belum siap punya seorang ibu lagi. Aku belum siap melihat seorang perempuan sekamar dengan bapakku. Meskipun dalam agama, dia halal bagi bapak. Namun, sekali lagi… Aku belum siap…

Bagaimana dengan saudara-saudaraku???

Lewat sms, kakak perempuanku yang pertama, meminta aku agar meng-IKHLAS-kan rencana pernikahan bapak. Kakak perempuanku yang ketiga juga menanyakanku. Tapi, menurutku, dia lebih memilih di wilayah abu-abu. Hal ini bisa kutangkap dari sms-nya yang bilang: APA ADIK IKHLAS, BAPAK KAWIN LAGI? Sementara, kakak perempuanku yang kedua belum menunjukkan tanggapannya. Sebab, aku tahu, dia dulu paling anti jika bapak nikah lagi…

Bagaimana dengan dua kakakku yang laki-laki???

Aku yakin, mereka belum sreg seratus persen. Sama denganku! Aku sangat yakin itu. Makanya, nggak heran, kalau Mujahid, kakak laki-lakiku yang pertama, selama ini seperti seorang REBEL. Pemberontak! Ada trauma di hatinya yang sampai saat ini belum tersembuhkan. Aku tahu itu! Sementara kakak laki-lakiku yang kedua, nampaknya seventy five percent agree. Sebab dia lagi berusaha sekuat tenaga untuk bisa jadi anak yang berbakti. Aku tahu itu!

Sementara ini… aku masih di wilayah abu-abu agak kehitaman…

Bagaimana dengan tiga adikku??? Oki, Ofah, dan Arif…

Sampai detik aku menulis ini, hanya Ofah yang menyinggung tentang rencana pernikahan bapak. Tadi sore aku mengubunginya karena dia mau ngomong langsung denganku, nanyain tentang tugas biologinya. Dalam pembicaraan berdurasi tiga menit dua detik itu, dia sempat sempat menyinggung tentang bapak yang mau nikah lagi.

“ Kakak udah dikasih tahu kan ama Kak Iyah?”

Ada nada kurang ‘sreg’ yang kudengar dari suara Ofah, satu-satunya adikku cewek.

“ Iya, sudah!” Aku menjawab dengan dingin. “ Kapan acaranya?” Aku bertanya lagi. Padahal aku sudah tahu lewat sms Kak Iyah.

“ Tanggal xxx-xxx-xxx September”

“ Oh…”

Sekali lagi, aku belum siap punya ibu lagi. Citra ibu kandungku masih teramat kuat melekat di benak, hati, pikiran, juga kehidupanku. Dengan kehadiran seorang perempuan di keluarga dan akan kupanggil ‘ibu’, sungguh masih sangat berat bagiku.

Aku ngerti, bapak juga butuh ‘teman pendamping’. Dua tahun ngejomblo, hidup di tengah tekanan teman-teman kantor yang memintanya agar segera beristri lagi, mungkin sesuatu yang sulit bagi beliau. Yeah…sulit bagi beliau! Aku ngerti. Aku ngerti. Apalagi dari pihak keluarga ibuku juga keluarga bapak, berharap bapak beristri lagi.

Kami? Sebagai anak-anaknya? Yang bakal hidup satu rumah dengan ‘perempuan baru’? Yang bakal sering bertemu dengannya? Yang katanya akan merawat kami? Yang katanya akan membantu bapak menghadapi masalah? Yang katanya akan menemani bapak menjalani masa pensiunnya? Yang katanya akan….

Ah… Cerita tentang ‘kelakuan’ seorang ibu tiri masih melekat kuat di benakku!!!

Sungguh!!!

Malang, saat kisah hidupku seperti sinetron…


0 comments: