Hp-ku berdering. Nama “Titin” muncul di layar hp-ku. Sebelumnya miscall sampai dua kali. Tapi, deringan yang ketiga kalinya, aku nggak segan-segan menekan tombol terima. Anak-anak palingan cuman mau miscall doank!
Tapi…
“ Halooo…”
“ Cef, ibu tiriku meninggal. Barusan Bapak nelpon…”
“ Ya Allah… Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un… Kapan, Tin?”
“ Barusan, Cef! Sebenarnya tadi siang, tapi aku lagi ujian. Pas keluar, bapak nelpon lagi. Ibuku udah nggak ada…”
Ada isak yang sangat kentara terdengar. Aku terhenyak. Tin…
“ Tapi, kemarin Titin jadi kan ngirim surat ke Jalinan Kasih RCTI?”
“ Sudah, Cef! Surat pertama nggak ada balesan. Terus, aku kirim lagi. Padahal tau nggak Cef… Aku belum sempat ngomong ama ibuku. Ya, karena penyakitnya itu, nggak membolehkannya untuk bicara banyak…”
Titin masih dengan isak…
“ Lu yang pertama kali aku kasih tahu…”
Aku belum bisa berkata. Aku biarkan Titin mengeluarkan semua isi hatinya. Akhirnya, keluar juga ucapan basi…
“ Tin… yang sabar, ya?! Titin pasti kuat menghadapi semua ini. Yeah, Allah memang udah bikin jalan kayak gini… Yang tabah ya, Tin…!!!”
Tumpah air mata… Aku juga belum mampu berpikir jernih. Kata-kata yang pas, entah….
Dialah Titin. Teman semasa SMA. Anaknya baik, pantang menyerah, selalu gigih, dan bersahaja. Meski terkadang agak sedikit narsis dan selebor. Tapi, dia tetap kukenang baik. Apalagi selama duduk 3 tahun di bangku SMA, aku berteman baik dengannya meski beda kelas. Kami sama-sama suka nulis, ikutan lomba bikin cerpen atau puisi sering barengan, dan so pasti sama-sama kutu buku.
Satu hal yang melekat pada diri seorang Titin adalah sifatnya yang tak mudah putus asa. Meski dalam lomba nulis, aku yang lebih sering menang, namun dia tak iri atau patah arang. Bahkan, aku belajar banyak dari dia. Semangatnya tak pernah padam dalam berkarya (pernah nyobain bikin novel, namun berakhir dalam nyala api, ia bakar sendiri, gara-gara ibunya pernah iseng ngebaca). Dia juga kukenal lantang membela prinsip dan keditaktoran orang tuanya yang sempat me*********kannya dengan seorang pria. (maaf ya, Tin…)
Oya, kalau menang lomba nulis, dia pasti nggak lupa nraktir aku dan gank-ku, 9 O’clock. Sekedar makan mie ayam atau bakso. Padahal, kalau giliran kami atau aku sendiri yang punya hajatan (pas menang nulis), kadang-kadang kami nggak ngajak dia. Bener-bener licik deh, kami, Tin… (hehehe…Akhirnya bocor juga di sini. Jadi malu kuadrat neh…)
Tin, satu yang bikin gue teramat syalut ama lu!!!
Lu bener-bener anak yang berbakti deh!
Buktinya?
Beberapa waktu yang lalu elo nge-sms gue, minta tolong cariin alamatnya Jalinan Kasih RCTI. Elo mau ngirim surat, minta bantuan dana. Ibu tiri elo kena kanker payudara. Hiks…gue pun langsung nyari lewat google via gprs hp. Ketemu! Gue kirimin elu alamatnya. Dan… kemarin elo bilang, sudah dua kali bersurat. Surat pertama… no reply. Nggak ada kejelasan. Terus elo minta alamat lagi, lalu aku berikan. Dan kau bersurat lagi. Namun, sungguh seribu sungguh…ibumu keburu dipanggil-Nya…
Tin, elo yang sabar ya?
Gue emang nggak tahu harus ngomong apa…
Ne kejadian langsung ngingetin gue ama ibu gue…
Pas banget dua tahun beliau udah nggak ada di samping gue…
Tin, nasib kita kok sama ya…???
Gue yakin…di balik semua ini…ada hikmah besar menanti kita!
Kita raih hikmah itu sama-sama ya?!
Tin… you’re my best fren…
Allah yang akan balas perbuatan baik lo ama ibu lo
Semoga ibu lo mendapatkan tempat yang indah di sisi-Nya…
Amiiin…
Tin… doa bareng yuk buat bunda kita masing-masing!
Rabbighfirli wa liwaa lidayya warhamhuma kama robbayaani shagiiraa…
0 comments:
Posting Komentar