Untung ibuku tak mengenal hp! Kenal sih kenal, tapi untung saja beliau nggak bisa ber-hp. Kenapa aku menulis ini? Sebab, ibu baruku adalah pengeruk pulsa yang aktif. Rajin ber-hp, telepon sana-sini, ngabisin pulsa. Ah, untung saja ibuku nggak kenal hp...
Dibandingkan dengan ibuku, ibu baruku ini memang masih awam dengan kehidupan berumah tangga. Maklum, dia masih gadis saat bapakku menyuntingnya. Dia sendiri bahkan sering cerita kalau nggak bisa masak, masih suka bermanja-manji, dan lebih suka yang serba instan. Makanya, tak heran kalau sekarang di rumah, yang lebih sering masak adalah kakak perempuanku, Kak Omi. Ibu baruku pun hanya bisa berkilah, “saya masih belajar...”
Olalaaa...
Aku sih sebenarnya nggak terlalu memusingkan hal tersebut. Okeh, ibu baruku ini masih ‘hijau’ dengan rumah tangga. Okeh, dia sedang belajar jadi ibu rumah tangga. Okeh, aku hormati keinginan belajarnya tersebut. Tapi, yang nggak aku setujui adalah IA TERNYATA MASIH BELUM SIAP JADI IBU RUMAH TANGGA.
Jika dibandingkan dengan kakak perempuanku, yang hingga kini sengaja belum memutuskan untuk menikah, maka aku berani berkata, “KAK OMI LEBIH SIAP JADI IBU RUMAH TANGGA!!!”
Sejak ibuku meninggal, Kak Omi-lah yang jadi ‘ibu’ kami. Sifat keibuannya memang terasah sejak kecil dengan mengasuh kami dan menjadi guru mengaji di musholla dekat rumah. Apalagi setelah dia menjadi guru honorarium fisika di tiga madrasah. Kak Omi makin menunjukkan kedewasaannya menjadi ibu rumah tangga.
Sampai saat ini, Kak Omi belum memutuskan menikah. Padahal sedang ada dua lelaki yang siap melamarnya. Dia pernah cerita ke bibiku, dan bibiku cerita ke aku, bahwa Kak Omi akan menikah kalau sudah jadi PN. Kenapa harus jadi pegawai negeri dulu? Sebab, dengan jadi PN dia akan punya gaji tetap. Ia ingin membantu bapak dalam membiayai hidup kami, adik-adiknya. Dia juga ingin melihat ibu baru kami mandiri dulu , baru dia menikah dan ikut suaminya.
Sekian ulasan singkat tentang Kak Omi, satu-satunya kakak perempuanku yang belum menikah hingga usianya menjelang 28 ini.
Kembali ke ibu baruku!
Sosok ibu yang aku sayangkan karena mengenal hp. Adakah yang salah? Ada! Dia ber-hp, suka telpon-telponan, ngabisin pulsa, mengeruk budget rumah tangga. Dia juga lebih suka yang serba instan. Lebih suka beli makanan di toko, ketimbang masak sendiri. Lebih suka membeli jadi, daripada memproses sendiri. Intinya, ada banyak hal dari sosoknya yang perlu dikoreksi.
Ini juga gara-gara sifat manjanya semasa belum menjadi istri bapak kami. Dia sendiri yang cerita begitu. Masak, dimasakin oleh orang lain. Justru adiknya yang laki-laki yang lebih sering mengerjakan tugas-tugas rumah. Entah itu nyuciin dia baju, nyiapin ini itu, dan sebagainya.
Adakah ibu yang lebih baik dari dia???
Ada!!! Masih banyak. Namun, aku hanya berharap dan berdoa, SEMOGA BAPAK TIDAK SALAH PILIH...
Itu saja!
Pancor, rabu, langit pagi gerimis abu-abu
0 comments:
Posting Komentar